Wonosari , 01
Februari 2014
Sungai Oya,
sungai yang terletak di desa Wonosari Gunung Kidul ini memang tak begitu
menantang aliran sungainya. Namun, karena dipengaruhi oleh curah hujan yang
tinggi, arus sungai pada siang itu tampak lebih deras. Aku dengan rombonganku
yang berjumlah 9 orang, tertantang untuk melarung di sungai ini. Untuk menyusuri
sungai Oya, kami harus menggunakan pelampung, sepatu karet dan ban besar.
Dengan ditemani oleh dua orang pemandu, kami mulai menyusuri sungai sepanjang 5
km.
Di tengah
perjalanan, aku bersama rombongan berhenti untuk sekedar menikmati air terjun
Oya dan foto-foto di sekitar bebatuan air terjun. Tampaknya ada sesuatu yang
menarik perhatian kami. Ya, terlihat banyak pengunjung yang melompat dari
tebing yang tingginya sekitar 15 meter dan kami tertantang untuk mencobanya.
Dari 9 orang, tersisa 3 orang lagi yang belum juga melompat, termasuk aku.
Padahal sudah setengah jam aku berdiri di tebing itu.
Aku sudah
mencoba untuk mengenyahkan rasa takutku, namun tak kunjung juga bisa melompat.
Seakan seperti terjun ke dalam jurang dan tak akan selamat. Ya, itu hanya
bayanganku saja. Padahal aku sudah melihat satu persatu temanku melompat dan
mereka selamat. Akhirnya, karena terlalu lama aku di atas dan tak kunjung
melompat jua, teman-temanku bersama satu orang pemandu meninggalkan aku dan dua
orang lagi. Aku semakin tertantang dan adrenalinku semakin terpacu. Akhirnya, satu…dua…tiga…byuuuuur.
Jiwaku sekan
lepas, anganku sudah tak tau kemana, dan hatiku sudah tak karuan rasanya. Aku
sudah pasrah, akan kemana aku berakhir nantinya. Aku hanya memikirkan satu hal
“aku ingin kembali ke titik temu antara aku dan teman-temanku.” Rasanya aku tak
kunjung menepi, padahal aku sudah mencoba berenang sekuat tenaga. Ah, ternyata
pelampungku lepas, tak kuat aku menahan derasnya aliran sungai, sang pemandu
juga entah kemana tidak menolongku. Aku berserah diri pada arus sungai.
Aku dan ragaku
melarung mengikuti derasnya arus. Aku tersadar ketika mendengar seseorang pria
yang triak-triak memanggilku dan merasakan tanganku tertarik olehnya. Baru saja
aku bergumam, jika aku tidak bisa mencapai bagian hilir sungai, akankah aku menuju bagian hilirku yang lain?
Ternyata Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku. Syukurlah aku terselamatkan dan bisa menepi di
bebatuan sungai. Tapi sayangnya ini bukan FTV yang berakhir dengan berkenalan
ataupun sedikit berbincang, aku hanya sempat mengucapkan terima kasih kepada
pria itu. Hihihihihihihihi
Aku masih bertengger di atas batu sambil menunggu
pemanduku datang. Untunglah dua orang
temanku dan seorang pemandu masih di belakangku. Kami berempat melarung bersama
untuk menuju hilir sungai. Setiap perjalanan memiliki cerita yang berbeda,
meski sebelumnya aku sudah mengunjungi sungai ini. Di hilir sungai sudah
ditunggu oleh enam temanku yang lain. Syukurlah aku bisa berjumpa dengan mereka
lagi.
Banyak cerita yang terukir di sepanjang lima kilometer aliran sungai, meski
sungai ini masih memanjang yang tak tau di mana ujungnya. Namun, hilir kami
hanya sampai sini. Ada tawa, canda, tantangan, dan ketakutan yang mewarnai
larungan kami. Di tempat ini kami menebar kebersamaan dan keakraban satu sama
lain. Di sini, kami belajar tolong menolong demi menyelamatkan teman untuk bisa
bersama-sama pulang menuju hilir sungai. Melompat dari ketinggian 15 meter
adalah kali pertama dalam hidupku. Untuk pertama kalinya perasaan dan anganku
terhempas lepas, entah terbang kemana. Aku menjatuhkan diriku pada air yang tak
tau berapa kedalaman dan ada apa di dalamnya. Tapi aku bahagia akhirnya bisa
meluluhkan rasa takut dan lompat untuk mengejar teman-temanku menuju hilir
sungai, titik temu antara aku dan teman-temanku.
Sungai ini memberiku pelajaran, arus sungai ini ibaratnya jalan hidup. Kami
bersembilan, meskipun bersama-sama di arus dan waktu yang sama, namun untuk
menuju bagian akhir perjalan kami tidaklah sama. Ada yang mulus, lurus dan
aman, ada yang harus larut oleh aliran sungai, dan ada yang ketakutan untuk
menghadapi tantangan. Untuk menuju pulang, kita harus melewati alur dan cara yang
berbeda-beda. Terima kasih sungai Oya dan terima kasih teman-temanku atas
kegembiraan dan pengalaman yang akan selalu membekas di alam bawah sadarku. Aku
menunggu perjalanan berikutnya bersama kalian. (Febry/ foto: dok pribadi)