Wednesday, 26 February 2014

Melarung ke Hilir Oya

Posted by Unknown at 23:48


Wonosari , 01 Februari 2014


Sungai Oya, sungai yang terletak di desa Wonosari Gunung Kidul ini memang tak begitu menantang aliran sungainya. Namun, karena dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi, arus sungai pada siang itu tampak lebih deras. Aku dengan rombonganku yang berjumlah 9 orang, tertantang untuk melarung di sungai ini. Untuk menyusuri sungai Oya, kami harus menggunakan pelampung, sepatu karet dan ban besar. Dengan ditemani oleh dua orang pemandu, kami mulai menyusuri sungai sepanjang 5 km. 

Di tengah perjalanan, aku bersama rombongan berhenti untuk sekedar menikmati air terjun Oya dan foto-foto di sekitar bebatuan air terjun. Tampaknya ada sesuatu yang menarik perhatian kami. Ya, terlihat banyak pengunjung yang melompat dari tebing yang tingginya sekitar 15 meter dan kami tertantang untuk mencobanya. Dari 9 orang, tersisa 3 orang lagi yang belum juga melompat, termasuk aku. Padahal sudah setengah jam aku berdiri di tebing itu.

Aku sudah mencoba untuk mengenyahkan rasa takutku, namun tak kunjung juga bisa melompat. Seakan seperti terjun ke dalam jurang dan tak akan selamat. Ya, itu hanya bayanganku saja. Padahal aku sudah melihat satu persatu temanku melompat dan mereka selamat. Akhirnya, karena terlalu lama aku di atas dan tak kunjung melompat jua, teman-temanku bersama satu orang pemandu meninggalkan aku dan dua orang lagi. Aku semakin tertantang dan adrenalinku semakin terpacu. Akhirnya, satu…dua…tiga…byuuuuur.

Jiwaku sekan lepas, anganku sudah tak tau kemana, dan hatiku sudah tak karuan rasanya. Aku sudah pasrah, akan kemana aku berakhir nantinya. Aku hanya memikirkan satu hal “aku ingin kembali ke titik temu antara aku dan teman-temanku.” Rasanya aku tak kunjung menepi, padahal aku sudah mencoba berenang sekuat tenaga. Ah, ternyata pelampungku lepas, tak kuat aku menahan derasnya aliran sungai, sang pemandu juga entah kemana tidak menolongku. Aku berserah diri pada arus sungai. 

Aku dan ragaku melarung mengikuti derasnya arus. Aku tersadar ketika mendengar seseorang pria yang triak-triak memanggilku dan merasakan tanganku tertarik olehnya. Baru saja aku bergumam, jika aku tidak bisa mencapai bagian hilir sungai, akankah aku menuju bagian hilirku yang lain? Ternyata Tuhan masih memberi kesempatan kepadaku.  Syukurlah aku terselamatkan dan bisa menepi di bebatuan sungai. Tapi sayangnya ini bukan FTV yang berakhir dengan berkenalan ataupun sedikit berbincang, aku hanya sempat mengucapkan terima kasih kepada pria itu. Hihihihihihihihi

Aku masih bertengger di atas batu sambil menunggu pemanduku datang. Untunglah dua orang temanku dan seorang pemandu masih di belakangku. Kami berempat melarung bersama untuk menuju hilir sungai. Setiap perjalanan memiliki cerita yang berbeda, meski sebelumnya aku sudah mengunjungi sungai ini. Di hilir sungai sudah ditunggu oleh enam temanku yang lain. Syukurlah aku bisa berjumpa dengan mereka lagi.


Banyak cerita yang terukir di sepanjang lima kilometer aliran sungai, meski sungai ini masih memanjang yang tak tau di mana ujungnya. Namun, hilir kami hanya sampai sini. Ada tawa, canda, tantangan, dan ketakutan yang mewarnai larungan kami. Di tempat ini kami menebar kebersamaan dan keakraban satu sama lain. Di sini, kami belajar tolong menolong demi menyelamatkan teman untuk bisa bersama-sama pulang menuju hilir sungai. Melompat dari ketinggian 15 meter adalah kali pertama dalam hidupku. Untuk pertama kalinya perasaan dan anganku terhempas lepas, entah terbang kemana. Aku menjatuhkan diriku pada air yang tak tau berapa kedalaman dan ada apa di dalamnya. Tapi aku bahagia akhirnya bisa meluluhkan rasa takut dan lompat untuk mengejar teman-temanku menuju hilir sungai, titik temu antara aku dan teman-temanku. 


Sungai ini memberiku pelajaran, arus sungai ini ibaratnya jalan hidup. Kami bersembilan, meskipun bersama-sama di arus dan waktu yang sama, namun untuk menuju bagian akhir perjalan kami tidaklah sama. Ada yang mulus, lurus dan aman, ada yang harus larut oleh aliran sungai, dan ada yang ketakutan untuk menghadapi tantangan. Untuk menuju pulang, kita harus melewati alur dan cara yang berbeda-beda. Terima kasih sungai Oya dan terima kasih teman-temanku atas kegembiraan dan pengalaman yang akan selalu membekas di alam bawah sadarku. Aku menunggu perjalanan berikutnya bersama kalian. (Febry/ foto: dok pribadi)

0 comments:

Post a Comment

 

A Great person is the Best Dreamer Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos