Thursday 20 March 2014

Mencari Arti Hidup

Posted by Unknown at 21:23 0 comments


Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Oleh Tere Liye

Sebuah Resensi


Sabtu itu sama sekali tak berencana untuk membeli buku baru atau ingin membaca buku, tapi ketika melewati buku berjajar di emperan fly over Cempaka Putih, perhatian saya teralihkan karena melihat buku tentang pahlawan proklamasi Indonesia. Tak hanya itu saja, banyak buku bagus dari pengarang terkenal berjejer di situ. Dari Ayu Utami, Dee Lestari, sampai Tere Liye. Awalnya tak sedikitpun ingin membaca buku Tere Liye karena saya pikir karya-karyanya berbau keagamaan karena banyak sekali quotenya dibagikan di linimasa Facebook, twitter, ataupun lainnya.

Akhirnya mata saya terhenti di salah satu buku Tere Liye yang berjudul “Rembulan Tenggelam di Wajahmu.” Hmmm dari sinopsisnya, buku ini bercerita mengenai seseorang yang mencari adanya keadilan Tuhan dan arti cinta sesungguhnya. Naluri saya untuk membaca buku ini kian kuat, padahal sebelumnya saya meyakinkan diri sendiri untuk tidak membaca buku-buku Tere Liye, karena banyak sekali orang yang menjadi sok bijak karena banyak quote-nya yang tersebar. Hehehehe

Lembar demi lembar aku baca dengan khusyuk mashuk di hari Sabtu berikutnya. Lembar demi lembar ini pun membuat air mataku berlinang dan sesak hidung serta hati ini. Tsaaah.  Lalu, begini ceritanya......

Penulis, Tere Liye menggunakan alur maju-mudur dalam menceritakan kisah “Rehan Raujana” si anak yatim piatu yang memiliki kehidupan memprihatinkan sejak kecil. Ia memulai cerita dari kehidupan Rehan “kini” flash back ke kehidupan Rehan di masa lalu kemudian kembali lagi ke masa kini ke masa lalu dan berulang-ulang membuat pembaca terjerembab dalam setiap cerita yang ia bangun. Ia mengembangkan cerita melalui “5 pertanyaan” yang belum pernah Rehan temukan jawabannya hingga usianya mencapai senja.

Cerita dimulai ketika Rehan “tua” sedang tak berdaya di rumah sakit, alam bawah sadarnya seakan dibawa berkelana oleh seseorang yang selalu disebut “orang yang berpenampilan menawan” mungkin itu sebutan untuk Malaikat. Rehan diberi kesempatan untuk bertanya 5 pertanyaan pada semasa hidupnya dari kecil hingga tua. Penulis selalu menggunakan setting waktu “malam hari raya” yang berarti ketika takbir berkumandang di mana-mana, tapi ia tidak menyebutkan secara lugas di mana setting tempat ketika Rehan masih kecil, ia hanya mengilustrasikan bahwa Rehan hidup di sebuah kota, di timur Indonesia.

Penulis selalu menyebutkan “malam hari raya” yang menurut saya ingin menyampaikan kepada pembaca bahwasanya di saat malam hari raya belum tentu semua orang bergembira dan riang menyambutnya, ternyata banyak orang di dunia malah merasa getir akan datangnya hari itu, banyak orang yang bersedih menyambutnya, dan banyak orang yang mendapatkan perilaku yang tak lumrah pada malam itu. Ceritanya sungguh dramatis tentang anak manusia yang mencoba bertahan hidup di tengah peliknya kehidupan.

Rehan seorang anak yatim piatu, tinggal di panti asuhan yang tak layak. Dia harus mengenyam masa-masa sulit di tempat itu selama 16 tahun lamanya. Perlakuan dari si penjaga panti membuatnya urung untuk tinggal di panti itu lagi. Berawal dari tekanan dan kesulitan hidup, akhirnya Rehan tumbuh menjadi seorang anak yang tak memiliki “moral” dengan tega ia mencuri, main judi, dan memalak teman sekamarnya sendiri, Diar namanya. Dari seorang Diar, si orang yang memiliki wajah menawan tersebut menjawab semua pertanyaan Rehan.

Pertanyaan :

#1: Kenapa dia harus dilahirkan menjadi yatim piatu dan harus tinggal di panti asuhan yang sangat buruk tersebut?
#2: Apakah hidup itu adil?
#3: Kenapa langit tega mengambil isteri tercintanya?
#4: Ketika masih kecil ia berpikir kaya adalah segalanya, kaya akan membuatnya bahagia, tapi setelah ia mendapatkan semuanya, ia merasa hidupnya hampa. Lalu, apakah kaya itu segalanya?
#5: Kenapa ia sakit keras berkepanjangan?

Dari lima pertanyaan tersebut, Tere Liye ingin memberitahukan semua pemahaman dan pemikirannya tentang kehidupan. Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut juga pernah ditanyakan oleh banyak orang. Ya, sayapun juga pernah mempertanyakan hal-hal tersebut. Lalu, lima pertanyaan yang diajukan oleh Rehan itu dijawab oleh orang yang memiliki wajah menawan tersebut dengan mengenang kembali kehidupan Rehan.
Dimulai dari kehidupan Rehan di panti asuhan, lalu ketika Rehan akhirnya memutuskan keluar dari panti dan mencuri “kotak berharga” milik penjaga panti, keluar dari panti Rehan menjadi preman dan tukang judi. Karena judilah, ia ditusuk dengan belati dan diamuk oleh bandar judi, Rehan dirawat di rumah sakit bersebelahan dengan Diar yang habis diamuk masa karena disangka mencuri celana sopir di kamar mandi terminal.

Rumah sakit di kotanya tak sanggup mengobati luka Rehan, akhirnya dia harus dibawa ke rumah sakit di ibukota. Di sinilah kehidupannya akan dimulai bersama Bang Ape dan kawan-kawannya di rumah singgah. Rehan seperti mendapatkan keluarga baru. Ia, Nathan, Ouda, Oude, ilham, Bang Ape dan teman lainnya menjalani kehidupan yang sangat bersahabat. Rehan mulai belajar di sekolah non formal dan dia juga sering mendapatkan nasehat-nasehat dari Bang Ape. Karena suatu permasalahan lukisan Ilham yang dirusak oleh sekumpulan preman di dekat rumah singgah, nalurinya untuk melindungi dan memberontak kembali pada dirinya. Dari kejadian-kejadiannya berkelahi dengan preman, akhirnya ia memutuskan pergi dari rumah singgah. Ada sepotong quote dari Bang Ape:

“Kalian akan tetap menjadi saudara di mana pun berada, kalian sungguh akan tetap menjadi saudara. Tidak ada yang pergi dari hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan. Kalian sungguh akan tetap menjadi saudara

Ia kembali hidup sendiri, tanpa teman-teman di rumah singgah yang sudah ia anggap sebagai keluarganya. Ia mempertahankan hidup dengan mengamen di KRL dan hidup di sepetak kost, dekat bantaran kali. Kebiasaannya memandang bulan selalu ia bawa, ia masih menatap bulan setiap malam di atas tower dekat tempat singgahnya. Hidupnya berubah ketika ia bertemu dengan Plee, seorang pedagang berlian. Ia hanya menjual tak pernah membeli. Karena Plee sering melihat Rehan naik turun dari tower dengan lincahnya, Plee berniat untuk mengajak Rehan bergabung dengan Plee dalam bisnis berlian. Plee memiliki target baru untuk mengambil sebongkah berlian di salah satu gedung lantai 40 di pusat ibukota. Sayangnya, aksi mereka tak berjalan mulus. Mereka tertangkap oleh petugas keamanan gedung karena bunyi sirine yang kian kencang. Rehan tertembak di bagian pahanya. Bagaimanapun caranya mereka harus menyelamatkan diri. Lagi-lagi hari itu adalah hari raya. Karena mereka sudah bersepakat untuk tidak melibatkan yang lain jika salah satu tertangkap, maka Plee menyembunyikan Rehan di tempat rahasia, pagi itu polisi datang mengepung. Plee terpaksa harus menyerahkan diri, ia harus menanggung ulah Rehan yang menembak dua petugas keamanan. Akhirnya, Plee harus dieksekusi mati.

Rehan takut untuk tetap melanjutkan hidup di ibukota, dia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya. Di perjalannya dengan kereta, ia bertemu dengan seorang gadis, Fitri namanya. Saat itulah ia mulai jatuh cinta untuk pertama kalinya dan Fitri menjadi perempuan pertama dan terakhir di hidup Rehan. Ia mencoba bertahan hidup di kota itu dengan bergabung di proyek pembangunan gedung. Awalnya ia hanya menjadi pekerja kasar, tapi karena kecakapannya yang menonjol dia selalu mendapat promosi sampai menduduki posisi sebagai kepala mandor. Sejalan dengan suksesnya perjalanan karir Rehan, ia juga berbahagia telah menyunting si gadis cantik Fitri. Fitri tak beda dengannya, ia juga seorang yatim piatu, ia juga sudah kenyang menghadapi getirnya kehidupan. Rumah tangga mereka berjalan bahagia. Tapi, lagi-lagi kenyataan pahit menghampirinya. Dua kali istrinya mengandung selalu keguguran dan kali kedua kehamilannya, istrinya tidak bisa bertahan, ia harus kehilangan permata hatinya.

Ia tak sanggup untuk menjalankan kehidupan di kota itu tanpa istrinya, ia memutuskan untuk kembali lagi ke ibukota. Ia bertandang di rumah singgah, tapi rumah itu sudah rata dengan tanah. Lalu ia bertandang ke kostnya dulu di bantaran kali, ia bertemu dengan ibu kostnya dan ternyata Plee meninggalkan surat untuknya. Plee meninggalkan pesan untuk Rehan, ternyata berlian itu tersimpan di tempat air ditutupi oleh lumut. Rehan memanfaatkan berlian tersebut sebagai modal untuk memulai bisnisnya di bidang properti. Dari sinilah ia menjadi milyarder dan pebisnis properti paling handal. Lagi-lagi ia bertanya:

Dulu, ketika melihat orang kaya, ia berpikir kehidupan mereka enak, semua terpenuhi dan ia bahagia. Tapi, apa yang dialaminya sekarang, ia memiliki segalanya apapun ia bisa beli, tapi ia merasa hampa dan hidupnya terasa kosong. Lalu kenapa?”

Seperti itulah kehidupannya berjalan, ia investasi di sektor lain, di sektor minyak bumi. Namun, instingnya salah kali ini. Ia gulung tikar.
Usianya menginjak senja, ia jatuh sakit.

***
Dari perjalanan metafisik Rehan dalam menemukan kembali kepingan-kepingan kehidupannya, banyak sekali nilai-nilai yang bisa kita ambil dari kisah ini. Tere Liye tidak hanya mengisahkan anak manusia yang sedang mencari jawaban tentang hidup, tapi di novel ini ia juga mengajari dengan disertai ilustrasi yang membuat pembaca mengerti tanpa merasa digurui. 

Ia menyebutkan bahwa hidup ini tak terjadi begitu saja, ada sebab-akibat yang membuat semuanya terjadi. Kita bisa menjadi “sebab” bagi orang lain, entah itu positif atau negatif. Jika ingin “akibat positif” terjadi, maka kita harus menyebabkan hal positif pula. Dan di novel ini juga melihatkan bahwa kehidupan manusia di dunia ini ternyata saling keterkaitan, seperti: 

- Rehan menjadi yatim piatu karena rumahnya dibakar oleh “oknum” dan keduaorangtuanya tidak terselamatkan. Tapi, ia berhasil diselamatkan oleh salah satu pelaku pembakaran.
- Saat dewasa, Rehan bertemu dengan Plee yang ternyata ia adalah salah satu pelaku kebakaran itu.
- Rehan bertemu dengan Fitri, ia merupakan anak dari pelaku lainnya yang telah menyelamatkan Rehan saat kebakaran.
- Rehan menjadi pekerja bangunan di salah stau proyek gedung tinggi, ternyata pemilik proyek Koh Cheu merupakan “otak” dari kebaran rumahnya waktu itu.

Penulis menggunakan  teknik “foreshadowing” dalam mengembangkan ceritanya. Ia melihatkan kejadian-kejadian kehidupan Rehan di awal cerita yang ternyata menjadi sebab bagi cerita selanjutnya.
Selain itu, penulis juga menceritakan mengenai tujuan hidup manusia. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup, ada yang beruntung bisa memenuhi tujuan hidupnya, ada juga yang sampai meninggal tapi tidak sempat memenuhi tujuan hidupnya.

Jadi, apakah tujuan hidup kamu???

Wednesday 19 March 2014

Deadline?

Posted by Unknown at 02:49 0 comments


Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata “deadline?” pastilah menuju ke sesuatu yang mencekam, tergesa-gesa, dan segera. Hmmm ya begitulah. Tapi beda dengan “deadline” yang satu ini. Yup, ini tentang hal-hal yang sering diperbincangkan oleh orang-orang yang sering ditanya mengenai “kapan menikah?” “kapan ngenalin calonnya?”. Haha

Mungkin dulu aku pernah juga menanyakan tentang hal tersebut kepada sodara yang umurnya sudah menginjak 20 – 30 an. Dulu, aku menganggap pertanyaan tersebut biasa-biasa saja. Tapi, ternyata beda ketika aku berada di posisi itu sekarang. Rasanya dulu ketika sekolah tak ada sodaraku yang menanyakan “sudah punya pacar belum?” tapi sekarang mereka yang malah rajin menanyakan hal tersebut.

Dulu, ada teman cowok yang main ke rumah aja benar-benar gak boleh. Disuruh ngusir malah. Sekarang, malah dibombardir dengan pertanyaan “mana pacarnya?” Ya, karena sudah terbiasa gak pacaran dari dulu jadi merasa biasa aja sampai sekarang kalo gak punya pacar. Tapi sekarang beda, kayaknya sebuah keharusan bagi yang sudah berumur 20an ke atas memiliki pacar, apalagi sudah lulus kuliah dan sudah bekerja.

Seakan menjadi fase yang mutlak dalam hidup, sekolah-kuliah-kerja-menikah-memiliki anak. Hal ini menjadikan orang-orang selalu memusingkan hal-hal tersebut. Kadang aku berpikir tentang tanggapan orang-orang terhadap “jomblo” di usia tersebut. Sepertinya memiliki pasangan adalah suatu hal yang paling membahagian di kehidupan ini. Sering sekali menemui teman-teman yang selalu mengumbar kemesraan di linimasa social media. Seringkali berdebat mengenai status “single dan inrelationship” dengan mereka.
Menjadi “single” di usia 20an menurutku adalah suatu yang menguntungkan, karena:

1.       Di usia produktif ini, di saat kita baru lulus kuliah dan baru mulai bekerja membuat kita memilki kesempatan untuk melebarkan sayap, mengembangkan kemampuan dan memperbanyak relasi. 
2.       Baru menginjak fase baru, kenapa juga harus buru-buru mengikat diri? Nah, karena sudah memiliki penghasilan sendiri, saatnya menjelajah negeri. Mari jalan-jalan! 
3.       Kalo single, kita tak perlu mengeluarkan uang untuk sekedar kencan, beli hadiah, dsb. Kita jadi lebih bisa menabung lebih banyak. 
4.       Karena sendiri jadi kita memiliki waktu yang lebih banyak. Kita bisa memanfaatkan waktu banyak. Menyenangkan diri sendiri itu sangat perlu. 
5.       Lebih mendekatkan diri pada keluarga. 
6.       Mulai investasi untuk masa depan. 
7.       Melanjutkan mimpi-mimpi yang belum teraih.


Jadi, nikmati saja masa-masa sendiri untuk melakukan banyak hal. Tak perlu pusing apa kata orang, jawab saja dengan senyuman. Tak usah mengkhawatirkan tentang “deadline” yang dibuat oleh orang kebanyakan. Bahagia itu bukan karena punya pasangan, karena bahagia itu berasal dari dalam diri kita sendiri. Merasa bersyukur akan semua nikmat Tuhan membuat kita menjadi lebih bahagia.

Thursday 6 March 2014

Februari yang Manis

Posted by Unknown at 19:30 2 comments


February, 2014
Bulan Februari sudah berjalan sebulan yang berarti umurpun bertambah satu tahun. Hmmm belum merasa tua sih, hanya saja rasanya tuntutan dan target hidup kian bertambah. Haaahaha 

Doa dan harapan pastilah terujar seiring dengan bertambahnya usia. Aku sangat berterima kasih akan doa dan selamat yang diucapkan oleh kawan-kawan dan keluarga. Tapi, rasanya ada yang berbeda di tahun ini. Ya, karena ucapan yang membuatku tercengang. Hihihi

Malam itu, tepatnya tanggal 4 Februari 2014, telpon genggamku berdering, rupanya ada nomor yang aneh tertulis di layar. Iseng-iseng aku angkat saja, karena belakangan ini banyak nomor tak dikenal menghubungi. Yaak, ternyata teman lamaku yang sekarang bekerja di luar Indonesia. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 21.00 malam waktu Indonesia, yang berarti pukul 23.00 malam waktu setempat. 

Yaaa, karena lama tak berbincang dan bertemu, keseruan ngobrol sampai akhirnya dua jam berlalu. Setelah ngobrol kesana-kemari yang tak ada ujungnya, akhirnya dia memberi selamat ulang tahun dan mengucapkan doa-doa untukku. Katanya, ia ingin menjadi yang pertama yang mengucapkan “selamat ulang tahun.” Aku tertegun sesaat, oh dia masih peduli dan masih ingat tanggal lahirku. Jauh dari sana ia menelpon dengan durasi yang lama. 

Di saat itulah aku berpikir dan mengenang, ternyata ada yang peduli padaku. Dan ucapan itu sungguhlah terasa tulus. “Untuk mengucapkan itu saja, rasanya canggung, katanya.” Dia takut kalau kalau aku tidak mengangkat telpon darinya. Hmmm sejak telpon darinya itu, membuatku berpikir berulang-ulang tentang masa itu, tentang ucapanku kepadanya waktu itu. 

Tapi....ucapan darinya telah memberi kebahagiaan di salah satu sudut ruang hatiku. Yayayayya...
Terima kasih, teman! Semoga kamu sukses di negeri sana!!
 

A Great person is the Best Dreamer Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos