Thursday, 31 January 2013
Finally, This!
Jakarta, 11 November 2012
Yeay! Yuhuu! Kami diwisuda!
Di sore kala itu prosesi wisuda semester genap tahun 2012 diselenggrakan. Hiruk pikuk kesenangan dan kelegaan di antara manusia-manusia yang telah mencecap indahnya KELULUSAN.
Menjadi seorang sarjana adalah impian kami, para angkatan 2008 English Department empat tahun silam. Dalam tenggak waktu yang lumayan lama kami menempuh studi, di sebuah Universitas Negeri Jakarta. Kami berjuang, bertahan, hingga seakan menyerah, tapi pada akhirnya kami lulus dengan bahagia. Di sebuah kampus yang terlihat tua dan usang kami mengukir masa depan.
2008 lalu,
Sebuah perjuangan kami awali di tahun ini. Di mana masa-masa peluh, susah, senang, dan terkadang mengharukan bercampur menjadi satu. Pada saat kita di bawah dengan IP yang tidak memuaskan, terkadang membuat kami lemas, tapi kami tetap semangat untuk meraih apa yang kami impikan. Lulus tepat waktu dengan IPK yang memuaskan, itulah tujuan kami.
Di foto itu terlihat semburat kebahagiaan, persaudaraan dan keabadian pertemanan. Kami (Febri, Via, Kisti, Nana, dan Tia) mempunyai cerita tersendiri semasa studi di kampus tua itu.
Kami bisa dikatakan teman senasib sepenanggunangan ketika kuliah. Di saat berjuang mempertahankan IP, mencari dosen yang sesuai 'selera', mengejar ketertinggalan, presentasi dengan grup yang itu-itu saja, sampai dengan skripsi dengan pembimbing yang sama.
Ha-ha dari situlah semua berawal. Perasaan senasib selalu membawa seseorang pada kata "kekompakan". Karna di masa kami studi, seakan semuanya sulit untuk dilewati. Mulai dari birokrasi, sebaran mata kuliah serta persyaratan untuk angkatan 2008. Bahwasanya angkatan sebelum kami seakan lancar-lancar saja. Semuanya terlihat mudah. Namun tidak untuk angkatan 2008. Fu!
Selain harus berkecimpung dengan the ribet birokrasi, kami pun juga harus bertemu dengan dosen yang kolot. Seperti "The killer Mam Neneng" (mungkin itu hanya buat aku) hahaha, "the belatung nangka" (Mr Ganteng Ifan Iskandar), "If I don't see your nose" (Prof. Ratna Sayekti), "The absen one" (Mam Ati), "Mr pervert" (Soeryoningprodjo), "Mr gak jelas" (Aswar Ariffin), "Miss Pusing (Mam Rahayu), The personality development (Pak Seno) dan masih ada dosen-dosen unik dan tentunya ribet lainnya. Tapi ada seorang dosen tersayang kami semua (Mam Andriastuti).
Satu hal yang membuat kami berkesan itu jika mengenang masa-masa sulit kami di awal semester. Tidak semua di antara kami merasakan sulit yang teramat sangat. Ya beruntunglah Nana dan Via yang tak pernah mencecap rasanya mengulang. Hihi Tapi satu hal yang tak terlupakan adalah ketika kami harus menyusup kelas lain, harus bermuka tembok dengan teman-teman lain kelas, dan harus siap-siap kalau ditanya kenapa kami pindah. Oh well, akhirnya kami juga bisa numpang-numpang sana-sini. Oh iya satu di antara kami yang tak pernah numpang si VIA. Haha dia selalu ketinggalan informasi untuk melakukan penyusupan seperti ini. HAHAHAHA
And finally, kita skripsi bareng-bareng juga dengan dosen pembimbing yang sama "Mam. Atikah" dan lagi-lagi si VIA beda jalur sama kita semua, dia pilih hengkang dari grup skripsi ini, untuk memilih dosen "goyang dombret". hahahha
Anyway, Semuanya berjalan mulus, skripsi kami pun lancar dan selesai sesuai dengan yang diharapkan. Akhirnya kami lulus bersama-sama. Mengingat seluruh kejadian yang kami lalui di awal semester, apa yang kami terima saat ini sungguhlah manis terasa. Kami menjadi "Sarjana Sastra". YEAY!!
Kecup satu-satu untuk keempat kawanku ini. Hihi
What we have done, we have passed, all the sweetest moment, our struggling, fighting and surviving in all condition in this college. With our sweetest togetherness made us tasting the great moment in our life. :*
Tuesday, 15 January 2013
A City Shit
Jakarta, 16 Januari 2013
Hari ini, Jakarta sungguh luar biasa macetnya. Banjir di mana-mana sehingga macet sangat tak terhindarkan. Mungkin aku mulai menulis ini karena baru tahun ini aku bergelut dengan macet dan banjirnya Jakarta.
Empat tahun terlewati,
Ya, demikianlah masa hidupku di sini. Selama empat tahun ku habiskan waktu demi waktu di Rawa Mangun Jakarta Timur. Kini, barulah kutau bagaimana "The Real Jakarta" dari mataku sendiri.
Jakarta sebuah kota yang sesak, banyak dibenci namun juga dicari. Mungkin karena inilah satu-satunya tumpuan kota bagi Indonesia. Semuanya berpusat di sini. Pemerintahan, administrasi, keuangan, industri, hiburan, semuanya di sini. Hmm mungkin inisalah kesalahan pertama tata kota di Indonesia yang menjadikan Ibukota untuk pusat segalanya. Daaan walhasil kota-kota lain sangat jauh berbeda perkembangannya dengan Jakarta.
Bagaimana tidak macet dan banjir, kalau penduduknya sendiri tak sadar untuk memajukan dan membuat kota ini lebih baik. Alih-alih memiliki toleransi tinggi, membuang sampah pada tempatnya aja sangatlah sulit.
Yah sudahlah lupakan tentang kesadaran penduduknya.
Alasan mengapa Jakarta penuh dengan rantauan tidak lain dan tidak bukan karena situasi Jakarta dan daerah lain itu sangat 'jomplang' sekali. Bagaimana tidak, perbedaan UMR yg sangat signifikan antara Jakarta dengan kota lainnya bisa membuat tercengang. Semua Industri kebanyakan di Jakarta. Tak dipungkiri saya adalah salah satu dari rantauan itu.
Jakarta kota gemerlap dengan segala impian seolah-olah bisa teraih dengan mudah di sini, namun harus diimbangi dengan skill yang mumpuni juga. Kalau seandainya persebaran dan tata kota yg baik merata di seluruh Indonesia, dengan senang hati saya pindah dari sini. Mungkin ini juga salah satu planning ke depan, untuk pindah ke suatu tempat yang lebih nyaman dan tidak membuat emosi cepat naik. Tak ada yg disalahkan ataupun menjadi kambing hitam di atas seluruh persoalan yang pelik ini. Karena memang sudah 'salah' pada awalnya. Seandainya Indonesia ini dijadikan seperti Belanda, misalnya Ibu kota adalah pusat pemerintahan, nah kota B berpusat industri, kota C sebagai pusat pendidikan, dll. Jadi semua tak bergantung hidup di Jakarta ini.
Macet yang sangat parah |
Hari ini, Jakarta sungguh luar biasa macetnya. Banjir di mana-mana sehingga macet sangat tak terhindarkan. Mungkin aku mulai menulis ini karena baru tahun ini aku bergelut dengan macet dan banjirnya Jakarta.
Empat tahun terlewati,
Ya, demikianlah masa hidupku di sini. Selama empat tahun ku habiskan waktu demi waktu di Rawa Mangun Jakarta Timur. Kini, barulah kutau bagaimana "The Real Jakarta" dari mataku sendiri.
Banjir 16 Januari 2013 |
Jakarta sebuah kota yang sesak, banyak dibenci namun juga dicari. Mungkin karena inilah satu-satunya tumpuan kota bagi Indonesia. Semuanya berpusat di sini. Pemerintahan, administrasi, keuangan, industri, hiburan, semuanya di sini. Hmm mungkin inisalah kesalahan pertama tata kota di Indonesia yang menjadikan Ibukota untuk pusat segalanya. Daaan walhasil kota-kota lain sangat jauh berbeda perkembangannya dengan Jakarta.
Bagaimana tidak macet dan banjir, kalau penduduknya sendiri tak sadar untuk memajukan dan membuat kota ini lebih baik. Alih-alih memiliki toleransi tinggi, membuang sampah pada tempatnya aja sangatlah sulit.
Yah sudahlah lupakan tentang kesadaran penduduknya.
Alasan mengapa Jakarta penuh dengan rantauan tidak lain dan tidak bukan karena situasi Jakarta dan daerah lain itu sangat 'jomplang' sekali. Bagaimana tidak, perbedaan UMR yg sangat signifikan antara Jakarta dengan kota lainnya bisa membuat tercengang. Semua Industri kebanyakan di Jakarta. Tak dipungkiri saya adalah salah satu dari rantauan itu.
Jakarta kota gemerlap dengan segala impian seolah-olah bisa teraih dengan mudah di sini, namun harus diimbangi dengan skill yang mumpuni juga. Kalau seandainya persebaran dan tata kota yg baik merata di seluruh Indonesia, dengan senang hati saya pindah dari sini. Mungkin ini juga salah satu planning ke depan, untuk pindah ke suatu tempat yang lebih nyaman dan tidak membuat emosi cepat naik. Tak ada yg disalahkan ataupun menjadi kambing hitam di atas seluruh persoalan yang pelik ini. Karena memang sudah 'salah' pada awalnya. Seandainya Indonesia ini dijadikan seperti Belanda, misalnya Ibu kota adalah pusat pemerintahan, nah kota B berpusat industri, kota C sebagai pusat pendidikan, dll. Jadi semua tak bergantung hidup di Jakarta ini.
Monday, 14 January 2013
Saturday, 5 January 2013
Tak Kuduga
Senyummu adalah jiwaku
Yang terbang bersama impianku
Darahmu membeku dalam jiwaku
Yang senantiasa membeku tak bisa mencair
Karena aku... mencintaimu
Sekujur tubuhku membeku
Karena teringatmu
Badanku berkeringat
Bibirku bergetar
Tubuhku lesu jika mengingatmu
Dulu ku memang berkata tidak
Tapi.....
Di sawah-sawah Tuhan
Cinta itu tumbuh
Dan diam-diam mencintaimu
2007
Oleh: Febri
Haha ini puisi sedang berbunga-bunga sekali, sedang mendamba seseorang, tapi entah siapa di kala itu, karena aku lupa sama sekali. hehehehhe
Yang terbang bersama impianku
Darahmu membeku dalam jiwaku
Yang senantiasa membeku tak bisa mencair
Karena aku... mencintaimu
Sekujur tubuhku membeku
Karena teringatmu
Badanku berkeringat
Bibirku bergetar
Tubuhku lesu jika mengingatmu
Dulu ku memang berkata tidak
Tapi.....
Di sawah-sawah Tuhan
Cinta itu tumbuh
Dan diam-diam mencintaimu
2007
Oleh: Febri
Haha ini puisi sedang berbunga-bunga sekali, sedang mendamba seseorang, tapi entah siapa di kala itu, karena aku lupa sama sekali. hehehehhe
Cinta Segitiga
Aku, kamu, dia........
Menjelma di dalam satu jiwa
Membubuh di dalam satu rasa
Diriku, dirimu, dirinya
Terpaut dalam satu untaian kata mesra
Cinta..........
Membuatku, kamu, dan dia mejadi musuh
Musuh dalam pertikaian tiada akhir
Musuh yang tak pernah usang
Musuh yang selalu menjatuhkan korban
Korban cinta, rasa, dan nyawa
Yang mati sia-sia
Tapa cinta
Karena telah pudar
Di kalbu tiga nyawa
2005
Oleh: Febri
Menjelma di dalam satu jiwa
Membubuh di dalam satu rasa
Diriku, dirimu, dirinya
Terpaut dalam satu untaian kata mesra
Cinta..........
Membuatku, kamu, dan dia mejadi musuh
Musuh dalam pertikaian tiada akhir
Musuh yang tak pernah usang
Musuh yang selalu menjatuhkan korban
Korban cinta, rasa, dan nyawa
Yang mati sia-sia
Tapa cinta
Karena telah pudar
Di kalbu tiga nyawa
2005
Oleh: Febri
The silly poems
Menulis puisi, meulis cerita di buku diary tentang apa yang terjadi saat itu. Yeah I ever did this things. Ha-ha jaman umur 14-17 an tahun, jaman ketika semangat menulis puisi, cerpen, menjadi koordinator mading, ikut teater. Jaman ketika dikit-dikit cerita sedih, lucu, terkenang, bahagia semuanya dijadiin puisi. Nah, ini ada beberapa puisi jaman bahulak aku temuin. Puisi yang bercerita haru, sedih, sok tau banget tentang cinta dsb. Haha
Puisi ini mungkin saat itu aku tulis karena aku merasa kesepian hidup tanpa bapak dan ibu di sisihku.
Aku bosan
Aku benci
Aku menyendiri
dan sendiri
Hidup seseorang diri
Dalam dunia yang sepi
Dalam hati yang bergerigi
Bulan tak menyinari
Bintang bermigrasi
Dan planet melarikan diri
Dengan siapakah langit hidup?
Dengan batu? dengan karang?
Ataukah?
Dengan bakteri sekecil debu?
Tidak.......
Masih ada tongak yang berdiri
Sebagai sandaran jiwa dan hati
Di dalam hening dan sepi
Dengan hati yang berapi-api
Puisi ini mungkin saat itu aku tulis karena aku merasa kesepian hidup tanpa bapak dan ibu di sisihku.
Aku bosan
Aku benci
Aku menyendiri
dan sendiri
Hidup seseorang diri
Dalam dunia yang sepi
Dalam hati yang bergerigi
Bulan tak menyinari
Bintang bermigrasi
Dan planet melarikan diri
Dengan siapakah langit hidup?
Dengan batu? dengan karang?
Ataukah?
Dengan bakteri sekecil debu?
Tidak.......
Masih ada tongak yang berdiri
Sebagai sandaran jiwa dan hati
Di dalam hening dan sepi
Dengan hati yang berapi-api
Subscribe to:
Posts (Atom)