Thursday, 19 December 2013

Soekarno: Mempelajari Sejarah dalam Dua Jam

Posted by Unknown at 02:01 0 comments

Judul film    : Soekarno
Sutradara   : Hanung Bramantyo
Pemain       : Aryo Bayu, Lukman Sardi, Maudi Koesnaedy, Agus Kuncoro, dll.
Produksi     : Ram Punjabi, Dapur Film
Rating         : ***

Terlihat sedikit ada yang berbeda di aura bioskop ketika melihat film garapan sutradara Hanung Bramantyo ini, di awal film sudah dicitrakan bahwa film ini mengenai rasa nasionalisme sebagai Bangsa Indonesia dan hendaknya para penonton bisa menunjukkan rasa nasionalisnya dengan kesadarannya untuk bediri, hening dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

Hati bergetar, mata sayup-sayup berkaca seakan air mata ini ingin menetes, selama kurang lebih 10 menit, hati ini berdesir tatkala lagu Indonesia berkumandang, sudah berapa tahun lamannya saya tidak menyanyikan lagu kebangsaan secara bersama-sama. Antusiasme untuk menonton film ini memang begitu besar, karena mengangkat sosok paling berpengaruh dalam sejarah berdirinya Indonesia. 

Baiklah, film yang berdurasi 2.17 menit ini menceritakan bagaimana peran Bung Karno dalam mendapatkan kemerdekaan Indonesia. Bercerita dari Bung Karno kecil sampai mempunyai anak satu. Menurut saya film ini seperti hanya memvisualisasikan buku sejarah sewaktu saya masih SD dan SMP. Apa itu organisasi PETA, PUTERA, sidang BPUPKI, PPKI, dan sistem kerja romusha pada kala itu. Asumsi saya mengenai film ini sebelumnya adalah bagaimana sosok Soekarno itu, baik sosial, lingkungan dan pendidikannya. Namun, sejatinya film ini hanya menyampaikan kepada penonton kalau Bung Karno mempunyai andil besar dalam kemerdekaan RI. Menurut saya, kenapa judulnya “Soekarno?” karena sepanjang film yang berdurasi dua jam lebih itu hanya membahas mengenai bagaimana upaya Indonesia merebut kemerdekaan. 

Terlebih dari itu, ada yang kurang enak dilihat yakni ketika Pak Soekarno mulai tumbuh rasa pada Bu Fatmawati. Sosoknya yang cendekiawan dan kharismatik, yang sudah memiliki istri (Bu Inggit) seakan seperti remaja “playboy”. Caranya mendekati Bu Fatmawati pada scene pantai sangat mengganggu mata saya. Apalagi waktu memeluk Bu Fatma di depan anak angkatnya. Saya rasa ini adalah hal yang muskil dilakukan oleh seorang “Soekarno” dan kurang “berkelas”. Lalu, ketika bung Karno lewat di jalan atau di pasar dengan sepedanya, para wanita mengejar-ngejar dia, sampai seperti itu kah jaman itu?

Selain itu, ada sebuah scene yang memperlihatkan beliau kecewa pada Belanda karena cintanya telah ditolak sama wong Londo, beliau galau antara mau disembunyikan di Australia atau diam di Bengkulu untuk Ibu Fatma, beliau terlihat galau (lagi) ketika sedang membahas mengenai perebutan kemerdekaan dengan Bung Hatta dan rekannya, lagi-lagi digambarkan beliau galau karena cinta. Selain scene galaunya Bung Karno tentang wanita, ada juga scene yang terlihat aneh ketika setiap bicara dengan Bung Syahrir, Bung Hatta selalu menggunakan Bahasa Belanda. Padahal, kekuasaan sudah di tangan Jepang. Terlihat begitu bangganya ia memakai bahasa Belanda, yang jelas-jelas ia hanya mengobrol dengan sesama pribumi. Dan satu lagi ketika bendera Indonesia dibuat oleh Bu Fatma, beliau membuatnya dengan mesin jahit, alangkah lebih mengharukan jika di scene tersebut ditampilkan beliau menyulamnya, bukan menjahitnya dengan mesin.

Film ini banyak yang menyanjung dan tak sedikit juga yang mengkritik. Saya bangga akhirnya ada insan Indonesia yang mau membuat film Negarawan besar seperti bung Karno ini. Sosoknya yang begitu besar, cerdik, kharismatik dan menawan memang susah divisualisasikan apalagi diperankan oleh orang lain. Banyak pro kontra tentang siapa yang akan memerankan sosok Bung Karno. Menurut saya, peran Aryo Bayu cukup memuaskan, sosoknya yang tegap, besar, dan tegas cukup mewakili sosok bung Karno di mata masyarakat. Film ini bisa membuat masyarakat yang malas untuk membaca sejarah, bisa belajar lewat tayangan selama 2,17 menit ini. Selain itu, adanya seruan untuk berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya adalah seruan yang sangat positif. Dengan menonton film ini, masyarakat akan lebih tahu bagaimana sejarah bangsa ini dan semakin tahu seperti apa Presiden kita yang pertama ini. Rasa nasionalisme dan kebanggaan akan Negeri ini juga semakin bangkit ketika menonton film ini.

Yang belum nonton film Soekarno, tonton segera ya! ^_^

Thursday, 12 December 2013

Bersyukur Hidup di Tanah Indonesia

Posted by Unknown at 20:46 0 comments

 
Resensi Buku


Judul                : Indonesia Bersyukur
Pengarang      : Saleha Juliandi, Akhyari Hananto, Berry Juliandi, Khoirul Anwar, Ustadz Yusuf Mansur
Penerbit          : Pena Nusantara
Tebal Buku      : 162
Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang bersifat ilmiah namun ditulis dengan bahasa yang sederhana dan mudah untuk dimengerti. Buku yang memiliki 162 halaman ini terdiri dari 20 sub-judul, di antaranya adalah The Winner POL, Keuntungan Bersyukur, Taro, Sang Jutawan Jerami dan Turbo Codes, Bersama Kesulitan, Selalu Ada Kemudahan dan Kebaikan, Diplomasi Diam Ala Indonesia, Kita Memiliki Pendidikan Agama, Tuhan Izinkan Aku Mati di Indonesia, Penjajahan Kasat Mata?, Lansia dan Masyarkat Indonesia Yang Kolektif – Agamis, Better Train, and More Choices for Us, Persyaratan Sulit, Gaji Seuprit, Check and Balance dan Corrective-Attitude Sudah Terbangun di Indonesia, Masyarakat yang Hangat, Moment of Truth 2013, Memperpanjang SIM Jadi Mudah, Anak-anak Bangsa yang Telah Tercerdaskan, Indonesia Negara Gagal?, Indonesia Sudah Merdeka!, Perhatian untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Keajaiban dari Sungai Han.

Dua puluh sub judul tersebut memiliki sudut pandang yang menurut saya sangat cerdas, bijaksana, positif dan sangat membangun. Tulisan-tulisan ini pada intinya adalah mengajak para pembaca khususnya masyarakat Indonesia untuk bersyukur dan lebih mengerti seperti apa bangsa kita ini. Mereka memaparkan beberapa fakta mengenai Indonesia tanpa dilebih-lebihkan ataupun berusaha untuk membentuk opini pembaca.

Dari sub-judul tersebut menggambarkan bahwa kita (masyarakat Indonesia) patut bersyukur tinggal, hidup, belajar, bekerja, dan meninggal di tanah Indonesia ini. Indonesia adalah negeri yang terbentang luas dan terdiri dari kekayaan yang sangat melimpah dari barat ke timur, utara ke selatan. Indonesia adalah bangsa yang merdeka yang memiliki perkembangan ekonomi stabil dan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Indonesia adalah bangsa yang demokratis, memiliki masyarakat yang ramah, stabilitas serta kondisi yang tenang dan damai. Mayarakatnya hidup tenteram dan harmonis walaupun dengan taraf hidup yang pas-pasan, tingkat persaingan yang tinggi namun tak membuat masyarakatnya stress sehingga menciptakan persaingan yang tidak sehat. Pendidikan serta hasil karya anak bangsa sekarang ini sudah terlihat di kancah dunia dan mahasiswa Indonesia pun sudah berani bersaing di kancah internasional.
Setidaknya seperti itu yang dipaparkan dalam buku ini, menurut saya buku ini sangat lugas dan tegas dalam memberikan fakta-fakta mengenai apa yang dialami oleh bangsa kita akhir-akhir ini. Seyogyanya kita sebagai masyarakat Indonesia tak hanya selalu berpikir negatif terhadap bangsa kita, buku ini membuka pandangan dan cakrawala kita mengenai Indonesia. Bangsa kita tak seburuk dan tak segagal apa yang kita lihat di layar kaca, di surat kabar ataupun di media internasional. Karena setiap hari yang disodorkan ke kita hanyalah berita-berita yang penuh dengan “kenestapaan”, seperti berita korupsi yang seakan tak berhenti diberitakan sepanjang tahun 2013 ini, masyarakat miskin, susah sekolah dan tak bergizi cukup, aparat Negara yang malah berseteru satu sama lain, kekayaan Indonesia yang dikeruk oleh bangsa asing, panggung politik yang tak pernah berhenti bergejolak, dan masih banyak lagi. Setiap hari kita sangat jarang melihat berita segar yang bisa membuat kita bangga terhadap negeri ini. Pandangan serta opini masyarakat seakan dibentuk untuk “membenci” negeri ini, untuk selalu skeptis, negatif, serta tak percaya diri bahwa Indonesia “bisa” maju dan berkembang. Alih-alih masyarakatnya bisa bangkit dan mengambil sikap, malah pemudanya saja selalu berpikikir picik terhadap bangsa ini, jika kita tengok sosial media yang notabene penggunanya adalah anak muda, apa yang mereka update adalah kata-kata sampah, keluhan-keluhan dan rasa “sok benar” dengan pemikirannya. Dengan entenggnya memaki-maki Indonesia di segala aspek, padahal dia tak melakukan apa-apa hanya mengeluh dan komplen tentang kekurangan bangsa ini.

Jika memang bangsa ini belum tertata dengan baik seperti bangsa lain, belum bisa memberi apa yang kita minta, tapi setidaknya marilah kita memulai untuk bergerak dan percaya diri bahwa Indonesia bisa meningkat ke tahapan yang lebih baik, jangan hanya mengeluh pada pemerintah, Indonesia tak akan bisa maju jika yang menjalankan hanya pemerintah saja, jika kerjaan pemudannya hanya menuntut saja, tapi mari kita mulai dari pribadi dan tingkah laku kita masing-masing untuk menuju kearah kebaikan. Yaaa mungkin dengan tidak selalu memaki-maki dan mengumpat tentang “bobroknya” Indonesia. Jika kita mau membuka mata, membaca, bergaul, dan mempelajari Indonesia dari segala sisi, pasti kita akan memiliki sikap positif untuk tidak hanya menuntut, tapi “berbuat” sesuatu, tidak untuk Indonesia namun minimal untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Anies Baswedan:

“Indonesia adalah negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu”.

Kita sudah diberi makan oleh kekayaan bangsa ini, sudah diberi minum dari tanah bangsa ini, sudah diberi tempat tinggal di tanah ini, serta diberi pendidikan sampai setinggi ini, tak ada yang bisa kita berikan selain “Bersyukur Menjadi Bagian dari Indonesia”. Sebagai anak muda, janganlah berperilaku picik dengan hanya mengagungkan bangsa lain, tapi mulailah untuk bangga dan percaya diri mejadi masyarakat Indonesia.

Terima kasih, Indonesiaku!

Wednesday, 11 December 2013

GELISAH IBU

Posted by Unknown at 01:43 0 comments




Suatu malam ketika Ibu ku menelpon dan menanyakan hal yang tak pernah ia tanyakan sebelumnya.

Biasanya kami hanya bertegur sapa, menanyakan kabar dan keadaan. Tak banyak yang kami bicarakan. Ia tak pernah tahu bagaimana pergaulanku, apa saja yang aku lakukan, dengan siapa aku berteman dan seperti apa polahku di Jakarta ini. Ia sangat percaya kepadaku kalau aku tak akan berbuat aneh-aneh.

Pada suatu malam, ia menelponku menanyakan suatu hal yang sebelumnya tak pernah ia tanyakan. Ia bertanya siapa pacarku dan ia mengingatkanku tentang umurku. Aku kaget karena dalam diam ternyata Ibuku memikirkan tentang hal itu. Aku merasa tak ada yang masalah dengan umurku, karena aku anak terakhir, mungkin aku merasa selalu menjadi anak kecil sehingga aku pribadipun tak begitu memikirkan tentang hal itu.

Kemudian beliau menasehatiku untuk memikirkan tentang hal itu. Beliau bilang: “boleh kamu bersenang-senang, tapi jangan lupakan tentang itu.” Aku sontak terkejut dengan perkataan beliau, menurutku aku masih terlalu dini untuk memikirkan suatu hal yang serius itu, komitmen yang mengikat seumur hidup. Tapi, dalam diam aku merenung, memang aku harus memiliki target kapan aku harus mencari teman untuk hidup nantinya.
Tapi..... ya... hanya sekedar berfikir. Hehehehehe

Aku hanya berkata:
Ya sudahlah bu, aku baru lulus juga, aku mau menyenangkan diri dulu, aku mau pergi ke beberapa tempat untuk mencari pengetahuan dan pengalaman, mengerti lebih dalam tentang negeri ini, tentang dunia ini. Aku akan memikirkannya dan pasti nanti akan datang pada waktunya siapa teman hidupku nanti. Tidak usah gelisah tentang hal ini, Ibu doakan aku saja.

Salam,
Anakmu

Thursday, 10 October 2013

Blitar yang Ramah dan Bersejarah

Posted by Unknown at 02:01 0 comments


Blitar, 29 September 2013

Tepat di Hari Minggu terakhir di akhir bulan September, akhirnya aku dan seorang temanku sampailah di Kota Blitar, kota yang pasti semua orang tahu tentang sejarahnya. Ya, kota tempat sang Putra Fajar lahir. Minggu pagi pukul 07.00 sampailah kami di stasiun Blitar. Hmmm sungguh sepi dan tidak banyak aktifitas para penumpang yang menunggu kereta. Stasiun yang berhiaskan foto-foto Bung Karno di setiap sudutnya yang rapi dan bersih.

Karena tujuan kami memang hanya sehari saja mengunjungi kota itu, jadi tak banyak waktu yang kami buang-buang dan segeralah kami pergi ke tempat-tempat tujuan yang sudah kami rencanakan. Hari Minggu dan jalanan benar-benar sepi. Tak ada angkutan di sekitar stasiun, yang terlihat hanyalah ojek dan becak.
Sejenak kami sarapan dahulu di dekat stasiun yang akhirnya bertemu dengan seorang bapak yang sudah terlihat sepuh menawari untuk mengantarkan kami ke Museum soekarno. Tak tega sebenarnya melihat bapak itu mengayuh becaknya. Akhirnya kami menggunakan becak untuk menuju ke Museum Soekarno dan rumahnya. Berbecak ria mengelilingi kota Blitar. Aku pikir hanya di dekat stasiun saja yang tidak dilewati angkutan. Tapi, ternyata sejauh mata memandang dan sejauh kayuhan becak menelusuri kota yang tenang itu tak terlihat juga angutan yang lewat. Kota Blitar sungguh bersih, rapi dan tidak bising. Benar-benar tenang dan menyenangkan.

Museum Soekarno

Memasuki  pelataran museum langsung terlihat patung Bung Karno yang sedang duduk membaca. Hehe tak mungkin terlewat untuk berpose di dekat patung utama tersebut. Di Museum Soekarno ini terdiri dari beberapa ruangan, yakni galeri soekarno yang berisi foto-foto Soekarno yang ganteng-ganteng semuanya hehe. Di depan ruang galeri ada perpustakaan yang berisi buku-buku sejarah dan tulisan-tulisan Bung Karno. Nah, di perpustakaan tersebut ada lukisan Bung Karno yang kelihatannya bisa berdetak. Di bagian belakangnya baru bisa ditemukan tempat abadi Bung Karno. Karena datang di hari Minggu, maka makamnya pun sungguh padat oleh peziarah. Kebanyakan peziarah datang dari berbagai daerah di sekitar Jawa Timur.
              
Ndalem Gebang


Setelah bertolak dari Museum Soekarno, kami pun menuju ke Ndalem Gebang atau rumah dari keluarga Soekarno ini terletak di Jalan sultan agung No. 69 tentunya masih dengan becak kami menuju kesana. Untung udara tidak terlalu panas ataupun hujan, jadi bisa merasakan angin semilir Blitar yang sepoi-sepoi... hehehe. Rumah yang tampak begitu sederhana itu memiliki halaman yang luas, di depan rumah terdapat patung Bung Karno yang sedang berdiri.

Untuk masuk ke kediaman Bung Karno, cukup memberikan donasi seikhlasnya. Kediamannya pun masih asli dari sedia kalanya. Ubinnya pun masih ubin jaman dulu yang bukan keramik. Terlihat seperti rumah Jawa kebanyakan. Di ruang tamunya terdapat kursi yang terbuat dari rotan dan foto-foto serta lukisan Bung Karno beserta keluarga. Masuk ke dalam lagi seperti ruang keluarga yang terdapat kursi goyang dan ruang kerja Bung Karno beserta mesin ketik kunonya. Nah, di ruang keluarga ini terdapat foto Bung Karno dengan gaya menunjuk. Tapi, fotonya seperti tiga dimensi, kalau dilihat dari samping, seperti menunjuk ke samping, kalau dilihat dari depan seperti menunjuk ke depan. Oh ya, di ruang tamu juga ada relief  Bung Karno yang jika dilihat dari segala arah, relief tersebut seperti menghadap ke segala arah juga. Di ruang keluarga ini juga banyak terpampang foto isteri-isteri Bung Karno tapi yang diakui oleh Negara saja sekitar empat orang. Selera dan tipe Bung Karno bagus, isterinya cantik-cantik... hehe. Ada juga foto pengasuh Bung Karno yaitu Ibu Sarinah. Di rumah bagian belakang terdapat serambi untuk berbincang-bincang, dapur, dan ruang makan. Oh ya, ada sumur juga yang “katanya” airnya bermanfaat gitu deh. Kalau di samping rumahnya terdapat garasi dua mobi antik. Mobil yang dipaikai keluarga Soekarno jaman dulu dan satu lagi mobil untuk dipakai urusan sehari-hari. Kalau mobil keluarga sudah tidak bisa dipakai sedangkan mobil untuk wira-wiri masih bisa berfungsi sampai sekarang. Lebih banyak cerita di Ndalem gebangnya. Hehehe oh ya selain itu penjaga rumahnya ramah-ramah dan baik-baik. Pokoknya semua orang yang kami temui saat itu sungguh ramah semuanya.

Alun-Alun Blitar


Satu lagi tempat di pusat kota Blitar, yakni alun-alun kota. Di semua kabupaten di jawa pasti ada alun-alunnya, tidak ketinggalan kota Blitar. Ada yang berbeda di alun-alun sini, karena ada pohon beringin di tengah alun-alun yang dipagari warna merah. Entah kenapa Cuma beringin yang di tengah itu saja yang dipagari. Nah, di alun-alun ini kami khusus untuk makan siang, mencoba “Es Pleret” dan Bakso Ketupat khas Blitar. 

Es Pleret ini seperti es dawet terbuat dari santan dan ada cendolnya, namun yang bikin khas adalah “Pleret” nya warnanya merah jambu dan hijau, sepertinya terbuat dari tepung beras berbentuk bulat-bulat tapi dalamnya kosong. Jadi kalo digigit kayak ada yang muncrat gitu. Hehe Bakso ketupatnya agak berbeda, karena baksonya kecil-kecil, ada dua macam bakso, bakso yang biasa dan bakso goreng lalu dikasih ketupat. Rasanya sih sama aja kayak bakso biasanya .... hehe. Setelah dari alun-alun kami lanjut ke Candi Penataran....eiiiits tapi gak pakai becak lagi, tapi pake ojek. Bapaknya bisa gempor kalo nganter sampe candi. Hahahaa

Candi Penataran


Candi yang terletak di desa Penataran ini memiliki pekarangan yang tidak begitu luas, namun relief serta arcanya keren-keren. Selain itu ada juga prasasti dalam tulisan jawa kuno yang dipahat di batu besar. Meskipun terletak di kaki gunung Kelud, daerahnya lumayan panas. Ya panaslah ya wong kami sampai sana pukul 13.00 siang ....hehehhe.

Inilah sekelumit cerita dari Blitar. Kota yang sepi, ramah dan bersih. Akhirnya aku kesampaian juga pergi ke sana. Walau hanya beberapa jam saja kami berkunjung, namun sangat berkesan dan sangat menambah wawasan. Wisata sejarah dan budaya memang selalu menyenangkan. Oh ya, bapak yang mengantarkan kami mengelilingi kota Blitar itu sungguh baik dan ramah sekali. Padahal sudah di stasiun, bapaknya nyamperin kami untuk salaman dan mengucapkan selamat jalan ke Jakarta. Senangnya bertemu dengan orang-orang yang baik dan ramah. Senyum dan sapa mereka sungguh ikhlas.
Terima kasih Blitar ^^
 

A Great person is the Best Dreamer Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos