FILSAFAT DAN AGAMA
PENDAHULUAN
Istilah filsafat dan agama
mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak orang. Filsafat
dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu.
Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara agama banyak terkait
dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang
diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur
kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu
memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang yang
cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal
filsafat dan agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk
filsafat dan agama secara mendalam perlu diketahui terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan agama dan filsafat itu sendiri dan bagaimana peran
filsafat terhadap agama.
PEMBAHASAN
1. Agama,
Religi, dan Din
Agama menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan,
atau juga disebut dengan nama Dewa atau
nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian
dengan kepercayaan tersebut.
Jadi, agama adalah suatu
kepercayaan dan kecintaan kepada
dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan wahyu yang supra natural, kepercayaan kepada
jiwa, kebaktian, pemisahan antara yang sakral dengan profane pengorbanan, perasaan
dosa dan menyesal serta pencari keselamatan.
Dalam pembahasannya tentang
ajaran-ajaran agama, di satu pihak bersifat membenarkan dan di lain pihak bisa
bersifat mengingkarinya atau menentangnya. Oleh karena itu pembahasannya berkisar pada sifat
pertanyaan yang hakiki seperti antara lain:
a)
Apakah
agama itu?
b)
Dari
manakah asalnya agama itu?
c)
Apakah
tujuan agama itu?
d)
Dimanakah
batas akhir agama itu?
Dalam peristilahan agama, religi, dan din, terdapatlah
pengertian yang sama misalnya:
a)
Agama
Islam dengan istilah: syariat, thariqah, shiratal mustaqim (jalan lurus).
b)
Dalam
agama Nasrani, Yesus berkata kepada pengikut-pengikutnya (hawariyyin):
”Ikutilah jalanku”
c)
Dalam
peristilahan Cina: ”Tao-Taoisme” (Confusionisme).
d)
Dalam
agama Jepang: “Shinto”.
e)
Dalam
agama Budha: “Jalan kedelapan”.
- Eksistensi Agama
Dalam agama, sekurang-kurangnya ada empat ciri yang dapat
kita kemukakan, yaitu:
1)
Adanya
kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan Maha Agung, dan Pencipta alam
semesta (Tuhan)
2)
Melakukan
hubungan dengan hal-hal di atas, dengan berbagai cara. Seperti misalnya dengan
mengadakan uacara-upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan doa
3)
Adanya
suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya
4)
Menurut
ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan tidak langsung kepada
seluruh umat manusia, melainkan melalui Nabi-nabi dan Rasulnya. Maka menurut
ajaran Islam adanya Rasul dan kitab suci merupakan ciri khas daripada agama.
- Manfaat Agama Bagi Manusia
Agama dapat
menjadi petunjuk, pegangan, serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh
hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, dan sejahtera. Manakala
manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah kesadarannya,
bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya, dan
timbullah kepercayaan dan keyakinan bahwa yang dapat menolong dan menenagkan
hidupnya hanyalah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Pencipta seru sekalian
alam.
Adapun pula manfaat agama bagi kehidupan manusia, di
antaranya:
1.
Mengurangi
kejahatan
2.
Mengurangi
tindak pidana
3.
Mengurangi
atau menumpulkan syahwat kemanusiaannya
4.
Membahagiakan
dan menyenangkan manusia
- Filsafat
Filsafat merupakan sudut pandang yang menyeluruh,
rasional, radikal bebas, dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai
hakikatnya.
Manfaat filsafat dalam kehidupan di antaranya adalah:
1. Sebagai
dasar dalam bertindak
2. Sebagai
dasar dalam mengambil keputusan
3.
Untuk
mengurangi salah paham dan konflik
4.
Untuk
bersiap siaga menghadapi suatu dunia yang selalu berubah
Tugas filsafat di sini ialah berusaha mengantar ajaran-ajaran
agama itu ke dalam budi manusia sehingga dapatlah diterima dan dipahami
sepenuhnya secara rasional.
Filsafat merupakan pertolongan yang sangat penting pula
pengaruhnya terhadap seluruh sikap dan pandangan orang, karena filsafat justru
hendak memberikan dasar-dasar yang terdalam mengenai hakikat manusia dan dunia.
- Agama dan Filsafat Menurut Para Filsuf
1.
Ada
yang mengatakan: Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada wahyu (revelation)
dari Tuhan. Konsekuensinya ialah: Filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri
sendiri, yang otonom, tidak berdasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan
sama sekali tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama.
2.
Abu
Hayyan Tuhidi: “Filsafat dan syariat senantiasa bersama, sebagaimana syariat
dan filsafat terus sejalan, sesuai, dan harmonis.”
3. Bertrand Russel: “Antara agama (theologi) dan ilmu
pengetahuan terletak suatu daerah yang tak bertuan. Daerah ini diserang baik
oleh agama maupun oleh ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini
adalah filsafat”.
4. Albert Einstein: “Agamaku ialah tak lain melainkan suatu
perbuatan mengagumi dengan rendah hati roh yang tak terbatas luhurnya yang
menyatakan dirinya dalam bagian yang kecil yang dapat kita sadari dengan akal
kita yang fana lagi lemah itu. Keyakinan yang sangat emosional
akan adanya suatu daya pikir yang luhur yang dinyatakan dalam semesta alam yang
tak dapat dipahamkan itu merupakan pengertian saya tentang Tuhan”.
- Hubungan Filsafat dan Agama
1.
Filsafat
dan agama merupakan tuntutan dari kodrat kita dalm usahanya untuk mencapai kebenaran
dan kebahagiaan dan pengetahuan yang mendalam tentang hakikat barang-barang,
hakikat dunia dan manusia. Akan tetapi sikapnya lain. Filsafat ingin menguasai,
ia seakan-akan hendak menggenggam alam semesta dalam pikirannya. Akan tetapi
tidak hanya ”ingin menguasai” belaka. Boleh dikatakan ingin menguasai . . .untuk dikuasai, artinya: untuk
dikuasai oleh kebenaran, oleh kebahagiaan. Dan sikap ”ingin menguasai” oleh
bahagia itu terlaksana dengan sempurna dalam agama. Sebab di sini manusia
berhadapan dengan Penciptanya, dengan sumber kebahagiaannya, dengan tujuannya
yang terakhir. Sikap ingin menguasai di sini pun masih tetap ada, akan tetapi
insyaf akan kekurangannya, maka manusia menjadi menyerah, tunduklah ia, siap
untuk mendengarkan.
2.
Filsafat
bersifat ide-ide. Di dalam filsafat, terdapat banyak ide-ide yang diciptakan
dan dipertanyakan pula, sekaligus filsafat juga mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan melalui pikiran. Semua pertanyaan dijawab
oleh filsafat melalui beberapa aspek seperti secara rasional, apa yang
ditangkap oleh panca indera, pengalaman, dan sebagainya. Namun jawaban-jawaban
yang telah diberikan masih kurang atau belum lengkap. Maka, disinilah agama
berperan untuk menjawab dan menyempurnakan jawaban-jawaban yang telah dijawab
dengan memberikan bukti-bukti dari wahyu Tuhan yang mutlak kebenarannya yang
tercantum di dalam kitab suci.
3.
Baik
ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan
hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan
metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan
wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan
Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban
atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia
dan Tuhan
Di
samping agama melengkapi atau menyempurnakan permasalahan yang ada di dalam
filsafat, namun terkadang filsafatlah yang melengkapi atau menyempurnakan
agama. Di bawah ini, filsafat sekurang-kurangnya dapat
menyumbangkan empat pelayanan pada agama:
1)
Dalam hal memastikan arti wahyu
2) Dalam
masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia (masalah kehendak bebas) karena
masalah ini hanya dapat dibahas dengan cara memakai cara berpikir filsafat
3)
Dalam
masalah di mana pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan
secara langsung dalam wahyu seperti hal bayi tabung atau pencakokan ginjal
4)
Dalam
hal memberikan kritik ideologi atau menganalisa klaim-klaim ideologi itu secara
kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya, dan membuka kedok
kepentingan yang barang kali ada di belakangnya.
5.
Perbedaan Filsafat dan Agama
Dari uraian di atas diketahui bahwa antara agama dan filsafat itu
terdapat perbedaan. Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi, perbedaan antara filsafat
dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi terletak pada cara menyelidiki
bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir, sedangkan agama adalah
mengabdikan diri, agama banyak hubungan dengan hati, sedangkan filsafat banyak
hubungan dengan pemikiran. Williem Temple, seperti yang dikutip Rasyidi,
mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk memahami, sedangkan agama
menuntut pengetahuan untuk beribadah atau mengabdi. Pokok agama bukan
pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting adalah hubungan manusia dengan
Tuhan.
Di samping itu, perbedaan pendekatan agama dan filsafat dapat ditinjau
dari aspek fungsional dan structural. Secara fungsional, agama berfungsi untuk
mempertegas keberadaan Tuhan dan ajaran-ajaran Nya, sedangkan filsafat tidak
bertujuan untuk mempertegas keberadaan Tuhan, tetapi memandang Tuhan sebagai
konsekuensi logis dari keberadaan aalam semesta. Karena itu, di dalam filsafat
tidaklah penting apakah Tuhan itu sebagai pencipta atau tidak. Sebab, yang terpenting
adalah zat immateri, sempurna, abadi dan merupakan asal-usul alam.
Secara struktural, agama berbeda dengan filsafat. Struktur pendekatan
agama memposisikan Tuhan sebagai zat yang mulak benar, kemudian dicarikan
aegumen-argumen yang mendukung kebenaran tersebut.Sementara itu hal tersebut
berbeda dengan filsafat, filsafat dibangun atas dasar keraguan dan
penyelidikan, kemudian diabstraksiksn untuk mendapatkan kebenaran yang final.
Ukuran kebenaran agama dan filsafat juga berbeda. Agama ukuran kebenarannya
selain logis dan tidak logis, adalah iman/ kafir atau halal/ haram. Sedangkan
ukuran kebenaran filsafat adalah logis / tidak logis atau rasional/ irrasional.
Secara
terperinci antara filsafat dan agama adalah sebagai berikut:
a. Filsafat
·
Meletakkan
Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya
·
Memahami
Tuhan sebagai penyebab pertama dalam semesta
·
Memahami
premisnya atas induksi/ akal
·
Menjelaskan Tuhan sebagai zat impersonal
·
Dalil
filsafat tidak untuk mempertahankan keyakinan agama tertentu
b.
Agama
·
Agama memandang Tuhan sebagai titik awal
pembahasannya
·
agama
mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh misterinya berdasarkan wahyu
·
Memahami
premisnya atas dasar wahyu
·
Agama
melihat Tuhan sebagai zat personal
·
Agama
menerima ajaran agama tertentu sebagai suatu kebenaran dan bertujuan untuk
mempertahankan keyakinan agama tersebut
Di samping perbedaan-perbedaan di
atas, filsafat dan agama juga memiliki banyak persamaan.
6.Persamaan Filsafat dan Agama
Ø
Sama-sama tidak pernah tuntas membahas
eksistensi Tuhan
Ø
Objek
pembahasanya sama, yaitu tentang wujud Tuhan sebagai zat yang paling sempurna
dan abadi
Ø
Sama-sama
memberi argumen rasional tentang Tuhan
Ø
Kedua-duanya sepakat bahwa Tuhan adalah sumber
segala yang ada
Menurut Harun
Nasution, filsafat adalah usaha untuk mendalami dan memikirkan dasar-dasar
agama, sehingga dapat diterima oleh akal kepada orang yang tidak percaya kepada
wahyu dan hanya berpegang pada akal saja.
7. Tuhan
Kiranya
sangatlah sulit memberi definisi yang memadai tentang istilah Tuhan. Banyak
yang memberi definisi tentang Tuhan dengan mengikutkan sifat-sifat khas Tuhan,
misalnya Tuhan yang Maha Esa, Tuhan Maha Besar, Tuhan Maha Mengetahui dan
sebagainya. Banyak kesulitan-kesulitan yang muncul di dalam mendefinisikan
makna Tuhan. Karena kadang definisi yang diberikan itu tidak bisa diterima bila
diterapkan secara univokal kepada
Tuhan. Sebagai contoh kata “Bapak”, jika ditinjau secara definisi, bapak
berarti manunjukkan suatu hubungan fisik/ biologis. Apabila kita memilih kata
“Bapak” untuk member makna pada “Tuhan”, kata Bapak disini berarti:
Seorang yang menjadi sebab bagi
adanya keturunan, dan di samping itu seorang Bapak dipandang sebagai seseorang
yang memelihara keturunannya, membesarkannya, memberinya pendidikan, dan pada
umumnya menjaga kesejahteraan sedapat-dapatnya (dalam hal ini peran Ibu
dihilangkan)
Jadi, secara analog, arti Tuhan
sebagai Bapak itu adalah Tuhan merupakan sumber segala makhluk dan yang menjaga
kesejahteraan mereka. Jika kita lihat dalam hubungan ini, timbullah
keragu-raguan mengenai kebenaran sebutan “Bapak”, karena keburukan atau
penderitaan sepertinya merupakan suatu kenyataan yang terdapat di dunia ini.
Kesulitan untuk mendefinisikan
Tuhan yang lebih mencolok terdapat dalam usaha menjelaskan tentang istilah
Tuhan. Seseorang dapat mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak bisa
mendefinisikan Tuhan, karena berdasarkan atas hakekat-Nya sendiri ia berada di
luar pengetahuann maanusia.Tetapi dia tahu bahwa Tuhan itu ada. Maka dari itu keberadaan
Tuhan menjadi pertanyaan besar.
8. Eksistensi Tuhan
“Bereksistensi” merupakan istilah yang
menunjukkan objek-objek yang terdapat di dalam ruang dan waktu dan dapat
ditangkap dengan pengalaman indrawi, maka hanya jika Tuhan dapat diketahui secara
demikian, dapat dikatakan Tuhan bereksistensi dalam arti seperti itu. Karena
itu, bila orang mengatakan “Tuhan bereksistensi” hal ini jangan dipahami secara
tekstual saja tetapi secara kontekstual karena Tuhan tidak dapat dipahami
secara ruang dan waktu.
Tuhan ada (bereksistensi) dapat
berarti bahwa dengan mengetahui keadaan atau
faktor-faktor tertentu, maka sesuatu yang disebut Tuhan tentu ada. Ini
petunjuk kea rah yang kita tuju dalam mencari bukti bagi adanya Tuhan.
Sehubungan dengan itu, bila kita mengatakan “Tuhan ada”, sama dengan mengatakan
“ada sesuatu yang bernama Tuhan yang mempunyai ciri-ciri tertentu,” atau dengan
kata lain “ada sesuatu yang bernama Tuhan yang tentu ada apabila apa yang kita
ketahui itu benar.”
Hendaknya diperhatikan pula, jika
kita tetap berpendirian bahwa yang dimaksud ‘eksistensi’ hanya untuk
menunjukkan objek-objek yang terdapat dalam ruang dan waktu, maka ungkapan “Tuhan
Bereksistensi” tidaklah mengandung makna sebagaimana yang dimaksudkan. Artinya,
ungkapan “Tuhan Bereksistensi” benar-benar mengandung makna “Tuhan memang ada
dalam kenyataannya.”
9. Pembuktian
Keberadaan Tuhan
a.
Pembuktian Ontologi
Ontologi
berasal dari kata ontologis (ontos =
sesuatu yang berwujud) sedangkan ontologi adalah teori/ ilmu tentang wujud tentang
hakikat yang ada. Pembuktian ontologis tidak banyak berdasar pada alam nyata,
tetapi pembuktian ini berdasarkan pada logika semata. Argumen tentang
ontologism ini dikemukakan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya,
tiap-tiap yang ada di alam ini mesti mesti ada idenya. Yang dimaksud dengan
ide-ide adalah definisi atau konsep universal dari tiap sesuatu.
Contoh:
kuda mempunyai konsep universal. Karena ide atau konsep universal ini berlaku
bagi setiap kuda yang lain.
b. Pembuktian
Kosmologi
Pembuktian
kosmologi ini sering disebut dengan argument sebab-akibat, yang timbul dari
paham bahwa alam adalah bersifat mungkin dab bukannya bersifat wajib dalam
wujudnya. Degan kata lain alam adalah akibat dan setiap akibat tentu ada
sebabnya. Menurut Aristoteles, pembuktian ini didasarkan atas adanya causa
efficiens, artinya suatu sebab yang menjadi asal mula perubahan. Dengan mudah
dapat dipahami, segala barang sesuatu terjadi atau menjadi ada, mempunyai suatu
sebab. Sebagai akibatnya ialah apa yang sekarang ada dan yang sebelumnya tidak
ada, tentu mempunyai sebab, dan begitulah seterusnya. Karena itu, sudah tentu
ada suatu sebab pertama, yang dirinya sendiri tidak disebabkan oleh sesuatu
yang lain. Sebab pertama terjadinya perubahan di alam semesta ialah Tuhan.
c. Pembuktian
Teleologi
Alam
yang teleologis (telos berarti tujuan, teleologis berarti serba tujuan), yaitu
alam yang diatur menurut suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, ala mini
dalam keseluruhannya berevolusi dan beredar menuju suatu tujuan tertentu.
Bagian-bagian dari alam mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya
dan bekerja sama dalam menuju tercapainya suatu tujuan tertentu.
d. Pembuktian
Moral
Diantara pembuktian-pembuktian yang lain,
pembuktian inilah yang dianggap benar. Pembuktian ini dipelopori oleh Emanuel
Kant (1724-1804). Menurut Kant, manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam
dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban
untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan-perbuatan
yang baik.
10. Masalah-masalah
Yang Muncul
1. Problematika
eskatologi à
Aspek kehendak dan keadilan mutlak Tuhan
à Apakah Tuhan adil jika memasukkan orang
jahat ke surga?
2. Naturalisme
à
Apakah agama bisa sejalan dengan teori-teori ilmiah?
3. Humanisme
à Gerakan
filsafat pada abad pertengahan yang menempatkan manusia adalah ukuran segala
sesuatu.
à
Hal-hal alamiah dalam diri manusia telah memiliki nilai cukup untuk dijadikan
sasara penilaian manusia. Tanpa wahyupun seseorang mampu berkarya dengan baik dan
sempurna.
4. Eksistensialisme
à Manusia sebagai
individu yang bebas dan menghilangkan peranan Tuhan dalam kehidupannya.
5. Problem
kejahatan
à Problem
yang mendasar terutama bagi teisme adalah kenapa kejahatan itu ada, padahal Tuhan
pencipta, Maha Kuasa, dan sumber kebaikan.
a. Jika
Tuhan Maha baik, tentu Dia akan membasmi kejahatan
b. Jika
Tuhan Maha Kuasa, tentu dia mampu menghancurkan kejahatan
c. Tetapi,
kejahatan belum terhapus
d. Karena
itu tuhan tudak ada
Hume
: Tuhan juga sumber kejahatan, terbatas dan memiliki sifat mencintai dan
membenci
6. Masalah Konsep Akal dan Wahyu
DAVID
HUME:
Kita
harus ragu tentang kebenaran wahyu yang turun, karena tanggal dan wahyu tentang
kapan wahyu tersebut turun tidak dapat dipastikan kejadiannya, hanya ada
kesaksian orang-orang tertentu.
KESIMPULAN
Pendekatan
filsafat dan agama amat diperlukan karena pndekatan ini akan dapat memberikan
setidaknya pemahaman yang mendalam dan pengertian yang menyeluruh tentang akar
atau persoalan. Banyak orang yang salah mengerti tentang filsafat, karena hanya
memandang dari sudut yang sempit. Padahal, filsafat memberikan wawasan yang
holistic dan integralistik dalam memahami dan memevahkan berbagai persoalan,
termasuk persoalan agama.
DAFTAR
PUSTAKA
http://sites.google.com/site/afrizalmansur/filsafat-agama
Bakhtiar,
Amsal. 2007. Filsafat Agama. Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Katsoff,
Louiss. 2004. Pengantar Filsafat. Tiara
Wacana: Yogyakarta.
Salam,
Barhanuddin. 2007. Pengantar Filsafat. Bumi
Aksara: Jakarta.
Smith,
Linda and William reaper. 2000. Ide-ide
(filsafat dan agama dulu dan sekarang). Kanisius: Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment