Apakah rasa itu perlu dipilih? Atau perlu kita pikirkan
terlebih dulu kepada siapa rasa itu memilih? Apakah rasa itu dipilih atau
memilih sendiri? Tanpa ada rangsangan atau perintah? Dari mana datangnya rasa
itu? Dari hati atau logika? Entahlah.
Menjatuhkan rasa itu tak ayal seperti memilih mau minum apa?
Kopi atau teh? Ah tapi tak semudah itu aku pikir. Rasa itu tak pernah bisa
jatuh ketika pertama kali bertemu, itu hanya nafsu, begitu orang berkata.
Benarkah? Ah tidak tahu.
Lalu, apakah rasa itu perlu direnungkan sebelum dijatuhkan? Atau
sekonyong-konyong jatuh begitu saja? Kok sepertinya rasa itu seperti
buah-buahan yang bisa jatuh begitu saja.
Ah sudahlah, mungkin rasa itu memang memilih. Ketika rasa
dipilih, rasa pun tak serta merta mengiyakan pilihan itu. Dan rasa pun tetap
ingin memilih. Ketika rasa sudah memilih, tak mudah rasa itu berpaling. Meski
banyak yang mencoba memilihkan rasa kepada pilihan.
Jadi, apa maunya rasa? Hmmm tak mudah mengerti apa yang
dimau rasa, karena rasa hanya mau apa yang ia mau. Rasa itu sudah memilih.
Titik!
0 comments:
Post a Comment